Blogging Di 2021 : Simple, Fun, & Personal


Setiap tulisan memiliki pembacanya sendiri.
Secuplik kalimat di atas adalah satu yang bisa saya ingat dari kelas menulis di salah satu WAG beberapa waktu lalu. 
Mulai ngeblog sejak akhir 2016 dan gonta-ganti blog sampai akhirnya memutuskan hiatus untuk fokus kepada pekerjaan dan bisnis yang mulai dirintis, in the end, saya balik lagi ngeblog, dan dengan blog yang baru lagi. 

Selama beberapa waktu undur diri dari dunia blog, ada beberapa hal yang saya pelajari seperti menjalani hidup yang, sedikit, lebih penuh dibandingkan saat masih ngeblog.

Dulu, saat masih aktif ngeblog, dunia saya seolah hanya tertuju pada blog. Mulai mikirin mau nulis apa lagi, blog jujugan untuk blogwalking, hingga nggonta-ngganti template blog.

Dari bangun tidur hingga tidur lagi yang ada di kepala saya cuma blog, blog, dan blog.

What an imbalance life.

Hingga akhirnya setelah menarik diri dari blog dan mulai menjalani hidup tanpa blog, I realize that I was so wrong.

Jadi, mau nggak mau harus diperbaiki dan...dengan cepat. Soalnya saya sudah tertinggal jauh.

Beberapa saat setelah saya mulai terbiasa hidup tanpa blog, kangen juga nulis dan ngeblog lagi. Sempat beralih ke Medium dengan pertimbangan nggak akan tergoda untul gonta-ganti template, akhirnya balik lagi ke Blogger. Karena gimana-gimana gatel juga pengen nguthekin template.

Namun belajar dari kesalahan-kesalahan ngeblog sebelumnya, saya ingin membuat rule of thumbs buat saya pribadi dalam ngeblog. Saya memilih menuliskan rules ini di postingan kali ini karena, ternyata sesuatu yang dituliskan itu lebih diingat daripada sekedar dibatin.

Long story short, berikut ini adalah rule of thumbs saya dalam aktivitas blogging saya kali ini:
  • Dibuat simpel, maksudnya kali ini saya nggak terlalu ngoyo ngeblog biar bisa muncul di halaman pertama Google. Yang simpel aja, as long as isinya bukan ghibah unfaedah.
  • Dibuat fun, ngeblog konsisten memang penting. Namun, nggak perlu terlalu obsesif harus ngeblog 24/7. Make it fun aja.
  • Make it personal, yang artinya...karena ini blog pribadi, jadi isinya ya kalau nggak pengalaman pribadi ya pendapat/opini pribadi. Bukan artikel/esai super ilmiah dan njelimet.

Karena itu saya pun tahu diri kalau blog ini pastinya bukan untuk semua orang. Walau pun, semua orang boleh kok mampir di sini.

Saya juga nggak mau muluk-muluk berjanji bahwa dengan membaca blog ini, kamu akan jadi Superman atau Batman. No you won't

So, dengan aturan main seperti itu, saya memutuskan untuk lebih selektif dalam hal untuk siapa saya menulis. If you're not one of them, nggak apa-apa kok kalau nggak stay lama-lama di sini.

Untuk siapa saya menulis?
  1. Allah SWT;
  2. Diri saya sendiri;
  3. Keluarga saya;
  4. Sahabat-sahabat yang baik hatinya.

Semoga para pembaca yang saya sebutkan di atas, merasa terhibur dan mendapat sesuatu yang baik dari blog sederhana ini. 

That's all I can expect from now on and going forward. 😊

Resolusi : Upgrade Skill & Knowledge


Akhir tahun sudah makin dekat. Apa kabar resolusimu tahun depan? Sudah clear kah, mau jadi apa tahun depan?

Ngomongin soal resolusi, adakah self improvement jadi bagian dari resolusimu tahun depan? Misalnya, tahun depan mau menguasai skill baru (misal: desain grafis, copywriting, video editing, dll.).

Upgrade diri itu penting lho, apalagi di tengah situasi pandemi yang...ya you know, serba unpredictable kaya gini. 

Buat kamu yang sedang mempertimbangkan untuk belajar hal baru tahun depan, berbayar atau pun tidak, saya mau share beberapa poin yang mungkin bisa kamu jadikan pertimbangan sebelum memutuskan mau belajar apa tahun depan. At least sebagai pertimbangan buat nyusun skala prioritasmu.

Apa yang saya bagikan di sini, berdasarkan pengalaman saya saat bekerja sebagai HRD di bagian training & development

Namun, jangan telan mentah-mentah ya, karena belum tentu apa yang jalan di tempat saya, bisa kamu terapkan buat kamu pribadi.

Urgensi
Training & development di sebuah perusahaan itu adalah investasi. Perusahaan menginvestasikan sejumlah sumber dayanya (uang, waktu) untuk meng-upgrade karyawan, dengan harapan si karyawan nantinya menggunakan keterampilan dan/atau pengetahuan barunya untuk kemaslahatan si perusahaan sebagai investor.

Jadi orientasinya bisnis. Keluar duit berapa, balik berapa duit.

Sama halnya dengan kamu. Apa pun program self development yang mau kamu ambil, ada baiknya kamu juga menganggap hal itu sebagai investasi untuk dirimu.

Dan namanya investasi, kamu perlu mempertimbangkan how much the cost & how much you will gain

Kenapa urgensi ini penting? Simply put, modal kita (uang, waktu, tenaga, pikiran, dll.) terbatas. Jadi kita perlu bijak memilih program self improvement yang betul-betul urgent. 

Tingkat urgensinya bisa kamu sesuaikan dengan resolusimu. Kalau resolusimu ingin memulai bisnis kuliner, maka self improvement apa yang perlu kamu kuasai, berkaca dari kondisimu saat ini?

Kalau kamu nggak bisa masak, belajar masak akan lebih relevan daripada belajar desain/marketing. Namun, kalau kamu udah jago masak, tapi nggak tau caranya jualan, belajarlah jualan.

Intinya, kamu perlu menentukan mana yang paling urgent untuk kamu pelajari agar kamu bisa merealisasikan resolusimu. Dan, karena training itu adalah investasi, jadi kamu perlu bijak menentukan mau investasi di area mana.

Jangan buru-buru tergiur iklan dan promosi pelatihan. Sesuaikan dengan tujuanmu dan kondisimu saat ini.

Hasil Yang Diharapkan
Setelah kamu menentukan area yang urgent untuk di-improve. Berikutnya tentukan apa yang mau kamu pelajari.

Misal nih, belajar marketing. Marketing itu kan luas banget disiplin ilmunya, nah yang mau kamu pelajari dari marketing ini apanya? Apakah branding, desain, strategi marketing, atau cara jualan di marketplace.

Jadi, apa spesifiknya yang mau kamu pelajari?

Metode
Udah tahu apa yang perlu dipelajari dan apa yang mau dipelajari spesifiknya. Next thing yaitu menentukan metode pembelajarannya.

Apakah kamu akan ikut kelas online, beli buku, atau tanya teman yang berpengalaman.

Apa pun caranya, kamu perlu pertimbangkan efektivitas dari setiap metode pembelajaran. Kalau perlu bandingkan metode satu dengan metode lainnya. Biar investasimu (uang, waktu, tenaga, dan pikiran) nggak terbuang percuma.

Dari pengalaman saya sih, metode praktik memberi dampak paling besar. Karena di situ kamu nggak cuma nambah pengetahuan, tapi juga mengasah keterampilan yang penting banget. 

Lagi pula, knowledge without action is nothing, ya kan?

Action Plan
Last but not the least, kamu perlu menentukan ilmu dan keterampilan barumu itu mau kamu pakai untuk apa?

Ini yang biasanya saya sering kesulitan mengedukasi para user yang mengajukan permintaan training.

Seperti yang saya sampaikan di awal kalau training adalah sebuah investasi, maka si sponsor training (dalam hal ini, perusahaan) kan ya pengen tahu toh, apa yang akan mereka dapatkan dengan berinvestasi ke karyawan? 

Dan nggak perlu yang muluk-muluk, sesederhana mampu mengerjakan pekerjaan lebih cepat dan lebih akurat itu sudah cukup. Misalnya, sebelum training perlu waktu 30 menit untuk menyelesaikan pekerjaan. Maka setelah training seiring bertambahnya pengetahuan dan keterampilan, maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas menjadi 15 menit, dengan kualitas yang sama.

Simpel bukan?

Dan ini perlu ditentukan di awal, supaya nanti saat proses training, kalau ngerasa materinya melenceng jauh (it happen sometimes) kita bisa segera intervensi, karena kita tahu, pulang training harus bisa A, B, C. 

Kesimpulan
Intinya, training is an investment. Jangan sampai udah buang uang, waktu, tenaga, dan pikiran...tapi pulang-pulang nggak bisa ngapa-ngapain karena yang dipelajari ndak sesuai.

Lho, tapi kan belajar apa pun itu nggak akan percuma.

Iya, tapi kan kamu punya goal yang mau kamu capai dan resource-mu terbatas lho. Jadi kenapa nggak bijak menyusun skala prioritas mempelajari hal-hal yang memang relevan dengan goal-mu.


Yang Seru Itu Bukan Mainannya, Tapi Siapa Yang Ikut Main Bersama


Our presence is the best present for kids.
Apa sih yang paling anak-anak butuhkan supaya mereka bahagia? Mainan yang banyak? Hmm...tentu saja 😄

Dunia anak-anak adalah dunia yang menyenangkan. Penuh warna dan permainan. Anak-anak itu sukanya main, kalau nggak percaya, coba ajak ke toko mainan atau play ground, mau diajak pulang aja tanpa drama aja udah Alhamdulillah.

Dulu, sebelum pandemi C19, setiap kali ngemall, Fabio selalu minta mampir ke counter Lego. Mau di Tunjungan Plaza atau Galaxy Mall, counter Lego adalah tenan favoritnya.

Di situ, dia bisa bermain lego yang disediakan gratis bagi para pengunjung mall. Walaupun di rumah dia juga punya Lego sendiri, tapi dia selalu antusias mengajak saya dan mominya mampir ke counter Lego.

Dia susun balok-balok Lego di sana, dan memamerkannya kepada kami. 

Seiring berjalannya waktu, perlahan ia mulai beralih dari Lego ke origami. Saya lupa bagaimana awalnya, tampaknya berawal dari salah satu tugas sekolah. 

Dari situ, ia mulai mengeksplorasi berbagai macam bentuk origami dari pesawat sederhana hingga aneka bentuk hewan melalui Youtube di gawai kami.

Seneng sih ngeliat Bio antusias sekali belajar melipat origami. Namun, karena tidak nyaman dengan iklan yang muncul di Youtube, akhirnya saya coba cari yang versi printable. 

Tau sendiri kan kaya gimana iklan-iklan yang bertebaran sekarang ini. Daripada menyesal membuat anak terpapar media kaya gini, ya lebih aman pake versi cetak aja kan.

Dan singkat cerita, saya nemu tuh ebook origami aneka macam dinosaurus. Kebetulan Bio suka sama dinosaurus, jadi sekali dayung dua pulau terlewati.

Bio suka sekali dengan 'mainan' barunya ini. Sangking semangatnya, sebentar aja udah abis itu kertas origami sebungkus 😃.

Awalnya saya temani, tapi lama-lama karena capek dan ini-itu, saya lebih banyak nemenin aja sambil ngelihatin dia melipat origaminya. 

Agak merasa bersalah juga sih, karena nggak ikut main origami sama dia. Feels like, sekedar ngasih mainan, terus setelah itu pergi. Padahal, dia rajin banget ngajakin saya, kadang mominya, ikut melipat origami bersama dia.

Mencoba menebus rasa bersalah, saya ikutan membuat origami Dimetrodon bersamanya. I try to not only give him toys, but also spend some times to play with him.

Bahagia itu bukan dari mainan mahal, tapi siapa yang menemaninya bermain. Kira-kira seperti itulah yang saya pikirkan setelah melihat ekspresinya saat saya (akhirnya) mau diajak main origami.

Memberi mainan itu mudah, yang sulit itu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bermain bersamanya. 

Sulit, tapi nggak mustahil kok. Just need a little bit extra effort.
 

Niat Baik Memang Penting, Tapi...


Beberapa waktu lalu, bapak mengirimkan sebuah pesan, menawarkan beberapa sate Ponorogo untuk dikirim ke rumah kami. Katanya sih, untuk cucunya.

Awalnya saya ragu, mengingat jaraknya. Ntar kalau keburu bau gimana.

Lalu, saya terpikir untuk menggunakan jasa kurir saja. Lebih ringkas dan simpel. Saya sampaikan ke bapak dan beliau setuju untuk menggunakan kurir.

Dan, tinggal menunggu paketnya sampai. Setidaknya itu yang saya kira.

Sampai pagi ini, tiba-tiba bapak mengabarkan kalau bapak mau mengantar sendiri satenya ke rumah. Then suddenly, I became panic.

Pertama jarak antara Surabaya ke Pandaan itu lumayan jauh, apalagi untuk orang seusia bapak. Belum lagi dengan kondisi musim penghujan seperti sekarang ini. Hampir tiap hari, hujan.

Alasan saya panik karena saya tahu bapak dengan cukup baik. Beliau adalah orang yang, baik, dan tidak segan mengorbankan dirinya demi kebahagiaan orang lain.

Kalau beliau nekat berangkat ke Pandaan dengan kondisi seperti itu, yang ada malah sakit-sakitan jadinya.

Saya tahu niat bapak baik, tapi caranya ini yang tampaknya bapak perlu perbaiki. 

Bukan Yang Pertama
Kejadian ini bukan yang pertama kali bapak lakukan. Melakukan sesuatu yang menurut beliau baik, tanpa berdiskusi dulu, tetapi berakhir berantakan tidak sesuai harapan.

Dulu, beliau juga pernah dilibatkan oleh kakak saya mengerjakan sebuah proyek. Rencana kerja dan desain sudah di-share, tetapi nggak tahu dapat ilham dari mana, beliau mengubah rencana itu sendiri tanpa berdiskusi dengan kakak saya.

Alhasil, hasil pengerjaannya tidak sesuai seperti yang kakak saya sudah janjikan ke klien.

Lesson Learned
Niat baik tidak bisa digunakan untuk membenarkan tindakan - Quraish Shihab
Sikap bapak ini membuat saya belajar bahwa niat baik saja tidak cukup. Terutama bila itu menyangkut orang lain.

Kita perlu mampu berempati, memposisikan diri kita di posisi orang lain. Apa yang akan mereka pikirkan atau rasakan jika kita melakukan sesuatu yang menurut kita baik itu.

Sebenarnya ini hanya tentang komunikasi. Kita mengomunikasikan ide kita kepada orang lain, mencoba meminta perspektif mereka. 

Jangan sampai kita tanpa sadar menjadi 'egois' dengan memaksakan niat baik kita, dan lebih buruk, menyalahkan orang lain yang nggak mau memahami niat baik kita, padahal mungkin saja, kita lah yang bebal.

Si Peniru Ulung


Sejak beberapa bulan lalu, Fabio punya hobi baru yaitu bermain origami. Mulai dari membuat pesawat sederhana, hingga sekarang, aneka macam hewan dan dinosaurus.

Kemarin, Fabio mengajak saya bermain lipat-lipat, salah satu sebutannya untuk permainan origami.

Kali ini, dia mengajak saya membuat origami Dimetrodon.


Jujur aja, saya agak sangsi saya bisa bikin origami ini, karena ngelihat panduannya sepertinya ruwet banget. Tapi, Fabio yang lebih berpengalaman dari saya, bilang kalau nanti dia akan ajarin.

Singkat cerita, kami pun mulai membuat Dimetrodon.

Pada lipatan-lipatan awal, masih aman, saya masih bisa ngikutin. Lipatannya sederhana.

Mulai lipatan ke 7 kalau nggak salah, mulai deh keruwetannya. Fabio yang melihat saya kesulitan langsung tanpa tedeng aling-aling mengambil kertas origami saya dan membantu melipat.

Walau saya sudah bilang kalau, saya juga mau coba, eh lah kok dia malah marah...nggak marah sih, mungkin lebih tepatnya sinis.

Dan berlanjut ke tahap berikutnya, lagi-lagi dia 'ambil alih' origami saya. Jadi pada dasarnya dia bikin 2 origami, punya saya dan punya dia sendiri. 

Udah gitu ngambilnya maksa plus sinis pula. Persis gaya seseorang pas ngajarin anaknya sesuatu yang baru, nggak sabaran dan sinis.

Kurang lebih setengah jam kemudian, Dimetrodon kami pun selesai dibuat....yey. Walaupun lebih banyak dia yang bikin sih.
Dimetrodon kami

Lesson Learned

Anak-anak mungkin bukan pendengar yang baik, tapi mereka adalah peniru ulung

Dalam proses membuat Dimetrodon dan melihat cara Fabio ngajarin saya melipat itu, mengingatkan saya pada gaya bicara saya ketika ngajarin dia sesuatu.

Buru-buru, sinis, dan bernuansa ancaman yang sangat kental.

Cara yang, jujur aja, saya tiru dari gaya bicara dan perilaku atasan saya dalam pekerjaan. Cepat dan berorientasi hasil.

Well, dalam konteks pekerjaan, memang cara itu efektif mengingat targetnya maksimalis dalam waktu yang minimalis. 

Mboh piye carane atau yang secara internasional dikenal dengan istilah Whatever It Takes, menjadi slogan dalam menyelesaikan pekerjaan (untungnya nggak sampai dibuat yel-yel).

Namun, dalam konteks pengasuhan, this is simply doesn't work. Saya tahu itu, tapi gimana ya, kaya udah kebawa mode default-nya kaya gitu e.

Ini PR besar buat saya, karena ya tahu sendiri, namanya mengubah kebiasaan itu bukan perkara mudah. Namun, mau nggak mau ya harus berubah.

Bukan begitu?


Optimistis Menuju 2021


Begin with the end in mind - Stephen R Covey
Tahun 2020 sudah tinggal hitungan hari. Gimana kabar resolusimu tahun depan? Udah tahu apa, kenapa, dan gimana mencapai mimpi dan target 2021?

Buat banyak orang, tahun baru adalah awal baru dengan sejumlah harapan yang membuncah di awal. Namun, tahukah kamu kalau yang namanya semangat itu cuma bisa bertahan paling lama 19 hari?

Terus, 341 hari sisanya apa kabar nih?

Joshua Earle

Ada yang bilang, cara sederhana biar kita nggak lupa sama resolusi kita itu adalah dengan ditulis, taruh di tempat yang sering kamu lewati, dan baca berulang-ulang.

Mungkin ada hubungannya dengan hukum tarik-menarik yang pernah dipopulerkan oleh Rhonda Byrne lewat bukunya The Secret.

Saya pribadi juga punya beberapa target di tahun 2021. Dan mengutip tulisan Mbak Eka tentang menentukan visi dalam menyusung resolusin, tampaknya saya juga tertarik untuk mencoba melakukan apa yang Mbak Eka sarankan.

Menyoal visi pribadi ini, saya mau spesifikkan ke dalam beberapa peran yang saya jalani sehari-hari, sebagai:


  1. Seorang Muslim;
  2. Kepala keluarga;
  3. Karyawan profesional
  4. Pebisnis;
  5. Bloger.
Kalau digabungkan, maka visi saya di 2021 kurang lebih akan seperti ini:

Tahun 2021 saya adalah seorang muslim, kepala keluarga, karyawan, pebisnis, dan bloger sukses yang selalu bertumbuh dan memberi kontribusi positif bagi orang-orang di sekitar saya.
Supaya nggak melebar ke mana-mana, beberapa poin berikut ini akan saya gunakan sebagai tolak ukur, sudah sejauh mana gap antara saya dan visi saya itu. Masih on track atau tidak.

Menjadi Seorang Muslim

  •  Sholat 5 waktu & on time (keterlambatan maksimal 15 menit)
  • Khatam Al Quran min. 2x
  • Hafal surat pendek Juz Amma
  • Blokir & disiplin menjauhi sumber-sumber kemaksiatan dan perkara-perkara unfaedah
  • Terus mengupgrade pengetahuan agama

Menjadi Kepala Keluarga

  • Lebih mindful saat berada bersama keluarga
  • Proaktif & responsif untuk urusan-urusan keluarga
  • Berani & tegas dalam menyikapi semua hal yang mengancam keluarga
  • Terus menerus memperbarui ilmu tentang keluarga (mis. relasi suami-istri, pengasuhan, dll).

Menjadi Karyawan Profesional

  • Memahami peran dan ekspektasi di dalam organisasi
  • Mengutamakan kecepatan dan ketepatan dalam mengeksekusi tugas dan pekerjaan
  • Terus menerus mengupgrade pengetahuan tentang standar organisasi dan internasional

Menjadi Pebisnis

  • Memulai bisnis dengan niat untuk menebar manfaat karena Allah ta'ala
  • Kreatif dan ulet mencoba cara-cara baru untuk pengembangan bisnis secara konsisten
  • Proaktif untuk memastikan kepuasan pelanggan
  • Disiplin mngelola dan melakukan pencatatan arus kas
  • Terus menerus memperbarui pengetahuan seputar bisnis

Menjadi Bloger

  • Konsisten menghasilkan konten berkualitas, memberi nilai tambah, dan menarik di setiap media sosial
  • Memberi kontribusi positif bagi teman sesama bloger dengan aktif memberi komentar yang relevan dan added value bagi konten, blog, dan bloger terkait
  • Menjaga keseimbangan waktu, tenaga, dan pikiran agar dapat bersinergi dengan peran-peran lainnya
  • Terus memperbarui dan memperbaiki kualitas tulisan secara konsisten

Baiklah, tampaknya so far itu dulu. Tinggal sekarang dibuat rencana kerja yang lebih rinci dan (paling penting) doable, dan eksekusi.

Seperti sudah kita sama-sama tahu, yang namanya menjaga disiplin dan konsistensi itu bukan hal mudah. Jadi, jika tidak berlebihan, saya mohon ijin doa dari teman-teman untuk visi dan misi saya di 2021 ini.

Terima kasih.

It's Okay To Quit...


Winners never quite, quitters never quite.
Dalam konteks bahwa untuk menjadi pemenang, sukses mencapai impian kita, memang benar, kita perlu berjuang tanpa kenal menyerah.

Namun jangan lupa, untuk sukses itu diperlukan 2 hal: berjuang dan berkorban.

Berjuang untuk mencapai impian, dan mengorbankan hal-hal yang tidak sejalan dengan target kita, memperlambat, atau bahkan menghalangi kita mencapai apa yang kita mau.

Dalam perjalanannya, kita perlu bijak memutuskan apakah mau lanjut atau stop. Jika harga yang harus dibayarkan untuk mencapai sebuah kesuksesan, pengorbanan yang harus dibuat, dan perjuangan yang harus dilakukan, melampaui kapasitas kita, menurut saya, it's okay to quit.

Semua orang ingin mencapai kesuksesan, tapi apa artinya berada di puncak kesuksesan dengan mengorbankan hal-hal yang penting dan esensial dalam hidup kita.

I think everybody should get rich and famous and do everything they ever dreamed of so they can see that it's not the answer - Jim Carry
Apa pun pilihanmu, terus atau berhenti, saya doakan itu adalah yang terbaik untukmu, keluargamu, dan orang-orang yang berarti bagimu.

Kita Perlu Berhenti Berharap Orang Lain Berubah


Dalam sebuah hubungan kita selalu memiliki ekspektasi tertentu pada orang lain. Ekspektasi pada pasangan, tetangga, rekan kerja, atasan, maupun anak buah.

Namun, kenyataannya, tidak semua ekspektasi itu terpenuhi dengan baik.

Kita mengharap orang lain melakukan ini dan itu karena menurut kita, itu yang harusnya mereka lakukan. Tetapi, karena sesuatu hal, mereka tidak melakukan seperti yang kita harapkan.

Entah karena tidak mau, tidak bisa, tidak tahu dan banyak lagi.

Malah nggak jarang, semakin disuruh, semakin nggak dilakukan. Endingnya, kita sendiri yang stres.

Pernah mengalami seperti ini?

Jika kamu pernah 'terjebak' dalam situasi seperti ini, kamu perlu ingat satu hal, bahwa kamu tidak bisa merubah orang lain, kecuali mereka mau berubah.

Jadi, daripada kamu stres berlarut-larut mengharap 'kesadaran' mereka untuk berubah, cobalah mengubah dirimu sendiri.

Mengubah diri sendiri ini maksudnya, mengubah cara pandangmu pada mereka dan...cara kamu memperlakukan mereka.

Ibaratnya dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kalau hasil undian ternyata kita harus menghadapi Juventus atau Barcelona, masa iya sih kita minta panitianya ngganti hasil undiannya.

Selain nggak etis, nggak mbois juga toh.

Opsinya tinggal, kita mengubah strategi permainan kita kan?

Sama halnya dengan menghadapi orang-orang sulit yang kerap menyulitkan hidupmu. Bukan mereka yang harus berubah, kamu yang berubah.

Ubah cara pandangmu, ubah strategimu, ubah pendekatanmu.

We don't change people, we change how we play the game.

Ini yang, kalau istilah istri saya, bermain strategis.

Daripada kita yang pusing tujuh keliling, ngresulo, sambat, dan berharap kesadaran mereka berubah, ya sudah...kita aja yang ubah 'cara main' kita.

Setuju?

365 Hari Ngonten, Apa Perlu?


Kemarin saya menerima sebuah email dari Kadika, founder Impactful Writing. Kebetulan beberapa hari sebelumnya saat lagi asyik scrolling IG, ngelihat iklan tentang Impactful Writing ini.

Singkat cerita, saya subscribe ke web ini dan alhasil, saya terus menerima email-email dari Kadika, baik itu promo produk mau pun update blog...opt in istilahnya kalau nggak salah.

Nah, kemarin ini email yang saya terima kebetulan bukan promo produk melainkan update artikel blognya Kadika.

Di artikel tersebut, Kadika memaparkan beberapa tips agar bisa konsisten membuat konten IG setiap hari berdasarkan pengalaman pribadinya.

Dari tips-tips yang dia bagikan, ada satu tips yang buat saya pribadi cukup ngena.

It starts with my mind

Jujur aja, ikhtiar ngonten tiap hari demi sebuah so called konsisten ngeblog itu pernah saya lakukan saat join komunitas ODOP. Dan, I failed.

Menjaga konsistensi itu memang sulit. Walaupun sudah bukan rahasia lagi kalau yang namanya konsisten itu penting.

Nah, dari pengalaman gagal bolak-balik konsisten ngeblog ini, by default otak saya sudah ngeset alarm kalau ngeblog tiap hari itu adalah sebuah hil yang mustahal. Alias nggak mungkin.

Udah kerjaan seabrek-abrek, mikirin biaya sekolah anak yang tak sejalan dengan jumlah transferan dari kantor, belum lagi ditambah ini dan itu yang bikin pening pala berbi. Ditambah lagi harus ngonten saban hari, yang sudah barang tentu menyita waktu dan pikiran.

Ternyata, kalau dari tulisan Kadika, mindset ini penting buat diperbaiki. Bagaimana kita memandang diri kita sebagai pembuat konten yang konsisten itu perlu dibangun.

Kalau belum-belum sudah berpikir nggak akan bisa, ya niscaya nggak bisa. Lah gimana, belum-belum dirinya sendiri udah dicap kaya gitu.

Maka dari itulah, saya mau coba nih tips Kadika untuk mengubah mindset 'nggak bisa ngonten tiap hari' menjadi 'mudah ngonten tiap hari'.

Action Plan

Lalu, langkah berikutnya yang saya mau coba lakukan adalah menyederhanakan proses ngontennya.

Bikin konten yang simpel, nggak usah ndakik-ndakik mikirin SEO, Google Rank, jumlah view, jumlah huruf, dan sebagainya.

Make it simple and fun.

Dibikin asyik aja. Lagian ngeblog buat saya sekedar hobi buat melepas penat. Bukan profesi demi sesuap nasi. Jadi, ya sudah keep it simple and fun aja.

Will this work? Ya we'll see.

Niat Baik


Hari ini saya belajar bahwa tidak semua orang mampu dan mau memahami niat baik kita.

By default, mengalami hal ini tentunya menyebalkan. Hampir seharian mood saya berantakan gara-gara kejadian ini.

Namun, saat emosi mereda dan logika sudah mulai bisa bekerja, saya mulai bisa mencoba berpikir dari sudut pandang orang tersebut. Maksud saya, ada banyak kemungkinan bukan, ia berperilaku 'tidak menyenangkan' seperti itu.

Siapa tahu, saat itu dia sedang menghadapi masalah yang sangat pelik dan rumit. Walaupun ada pula kemungkinan ia memang tidak terlalu menyukai saya dan sudah memiliki stigma negatif ke saya.

But who knows.

Daripada menghabiskan waktu dan tenaga mengeluhkan betapa buruk perilaku orang itu, dan membuat mood saya berantakan sepanjang hari, menurut saya sih, ada hal lain yang lebih bijak dilakukan.

Lagi pula, bukankah konyol kalau kita mengharapkan orang lain berubah seperti ekspektasi kita? Lah wong kita sendiri belum tentu mau disuruh berubah seperti ekspektasi orang lain toh.

Bagaimana menurutmu?

Skill Wajib Seorang Team Player


Setiap orang memiliki preferensi atau cara bekerjanya masing-masing. Ada yang lebih suka bekerja sendiri, ada pula yang lebih memilih bekerja dalam kelompok.

Tapi, apapun preferensinya suka nggak suka kita selalu menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Keluarga, komunitas, rekan kerja dalam dan lintas departemen, dll.

Karena menjadi bagian dari sesuatu itulah, kita perlu sadar bahwa apa yang kita lakukan memiliki dampak bagi orang lain.

Contoh sederhananya, di dalam lingkungan pekerjaan. Kita perlu sadar bahwa hasil kerja kita, laporan berkala yang kita serahkan, bisa berdampak bagi kinerja orang lain maupun departemen lain. Yang pada akhirnya memengaruhi kinerja perusahaan.

Dalam lingkup yang lebih kecil, keluarga misalnya, keputusan-keputusan yang kita buat, cara kita membelanjakan uang, pola hidup yang kita jalani, juga berdampak pada keluarga kita.

Jadi, sudah bukan saatnya lagi kita cupet dalam bersikap dan bertindak. Karena ada orang lain yang akan terimbas (bisa positif maupun negatif) dari perilaku kita.

Karena kita semua adalah team player, terlepas dari kita suka atau tidak.

Empati, Skill Wajib Team Player

Semalam, saya ngobrol banyak sama istri sambil menikmati makan malam bersama, di tengah dinginnya udara malam Pandaan yang sedang diguyur hujan.

Banyak hal yang kami obrolkan malam itu, terutama mengenai visi dan plan kami tahun depan.

Salah satu hal yang kami bicarakan malam itu adalah tentang pekerjaan. Ia menceritakan pengalaman-pengalamannya memimpin orang-orang di departemennya, atasannya, hingga pihak eksternal dengan segala kepentingannya.

Saya belajar banyak sekali malam itu.

Lalu, ia pun sampai pada kesimpulan bahwa menurutnya skill wajib yang harus dimiliki seorang team player adalah, empati.

Menurut KBBI, empati memiliki arti sebagai keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Sederhananya, melihat dan merasakan sesuatu dari sudut pandang orang lain.

Kenapa empati ini penting?

Logikanya begini, sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar, di mana apa yang kita lakukan dapat berimbas bagi orang lain, bukankah bijaksana bila sebelum kita memutuskan sesuatu, kita meluangkan waktu dan pikiran untuk mencoba memahami apa sih dampak keputusan kita bagi orang lain.

Jika di dalam keluarga kita memutuskan untuk membeli mobil alih-alih rumah, coba kita pikirkan, apa yang akan pasangan atau anak-anak kita dengan keputusan itu. Cobalah melihat dari sudut pandang mereka.

Jika kita memutuskan menunda pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya, bagaimana kira-kira dampaknya pada tim lain atau atasan kita? Coba untuk melihat dari sudut pandang mereka.

Mampu berempati dengan baik memang tidak mudah. Perlu dilatih secara konsisten. Karena jangan sampai berempati, kita malah terjebak dalam pola pikir ingin menyenangkan orang lain.

No, empathy doesn't work that way.

Berempati itu sesederhana mampu melihat sesuatu dari berbagai perspektif.

Easy? I don't think so. But it does surely possible.

Upgrade Diri Itu Keharusan Bukan Pilihan


Self Improvement Is The New Normal

Ada masanya ketika kemampuan mengetik dengan 10 jari adalah skill paling mbois yang bisa dikuasai manusia.

Bagaimana tidak, mesin ketik yang digunakan ketika itu jauh berbeda dibandingkan keyboard PC atau laptop masa kini. Keras cuy!

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, dengan dua jempol saja, manusia masa kini sudah bisa menyelesaikan lebih banyak. Bahkan, sepertinya nggak ada yang peduli apakah kamu bisa mengetik 10 jari atau 21 jari. Yang penting kerjaanmu selesai dengan baik dan tepat waktu.

Setali dua uang, mampu mengendarai helikopter dan mengoperasikan kamera, mungkin awesome banget sebelum kemunculan drone yang mampu mengerjakan kedua hal itu sekaligus.

Teknologi akan selalu berkembang karena pada dasarnya kita sebagai manusia selalu mencari cara yang lebih efisien dan efektif.

Paling dekat mungkin fenomena ojek online yang sudah menjadi bagian dari keseharian kita.

Kalau dibandingkan dengan ojek jaman dulu, nggak kebayang kan mamang ojek menggunakan smartphone, menggunakan fitur canggih seperti GPS, hingga menerima pembayaran non tunai.

Tapi sekarang semua itu sudah menjadi biasa. Justru aneh kalau ada mamang ojek yang nggak akrab dengan teknologi.

Ya begitulah perubahan, selalu terjadi, suka atau tidak.

Yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, 'usia pakai' mereka jauh lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang terus menolak menyesuaikan diri, gagal move on, dan terjebak nostalgia dengan kejayaan masa silam.

Like it or not, we can always be replaced.

Jadi, jangan bosan untuk terus mengupgrade dirimu ya.

Kalau kamu merasa kamu sudah terlambat untuk berubah/upgrade diri, maka berlakulah sebagaimana layaknya orang yang terlambat...move faster.

Bagaimana menurutmu?

Hidup Untuk Hari Ini

Jika kamu adalah seorang pengendara motor yang hendak ke tempat A yang langitnya tampak cerah, tapi di lokasimu saat ini hujan turun dengan derasnya. Apakah kamu akan keukeh nggak pakai jas hujan dengan alasan tempat tujuanmu langitnya cerah?

Memiliki visi dan target untuk masa depan memang sangat penting. Saya rasa kita semua sepakat dengan hal ini.

Bahkan, kalau sampai ada orang yang menganggap memiliki tujuan hidup itu nggak perlu, orang itu ibarat kebelet pup, tapi nggak mau ke kamar mandi. Aneh kan? Ya, tapi seaneh-anehnya kaum ini, mereka benar-benar ada lho.

PELAJARAN DARI PERMAINAN MONOPOLI

Semalam, saya menemani Bio bermain monopoli berdua. Kebetulan si momi udah tepar duluan karena seharian cukup sibuk mengurus bisnis yang ia rintis dengan teman kuliahnya.

Sebenarnya sudah dari kemarin Bio minta main monopoli, cuma karena satu dan lain hal, akhirnya baru kesampaian main lagi, tadi malam.

Di permainan yang mirip kehidupan nyata ini, saya melakukan kesalahan fatal. Terlalu agresif membeli banyak persil sehingga uang saya cepat habis.

Akhirnya ketika pion saya mendarat di persil milik Bio atau kebetulan dapat kartu kesempatan di mana saya harus membayar denda, saya terpaksa menghipotekkan kartu negara yang saya punya.

Sehingga, alih-alih mendapat uang ketika pion Bio mendarat di persil saya, saya cuma bisa ndomblong. Lah gimana, kartunya disita bank.

Dari sini, saya belajar bahwa investasi untuk masa depan itu penting. Namun, menjaga arus kas untuk kebutuhan hari ini itu juga sangat sangat penting.

Sama halnya dengan cerita monopoli saya tadi. Karena terlalu fokus mengejar keuntungan di masa depan, akhirnya arus kas saya berantakan. Saya tidak cukup bijak mengalokasikan sumber daya saya.

Menyiapkan masa depan memang penting, tapi kita juga perlu menata hari ini. Karena kita hidupnya di hari ini kan, bukan besok.

Secerah-cerahnya tempat tujuan, jika langit di atas kepalamu mendung gelap pertanda hujan akan segera turun. Maka, menepilah dan kenakan jas hujanmu.

Jangan bebal.

PERTANYAAN UNTUK KAMU

Sudah sebaik apa sih kamu menjaga keseimbangan kehidupan masa depanmu dan kehidupanmu hari ini?

Apakah kamu bahagia dengan kehidupanmu sekarang tapi tetap siap siaga dengan apa yang mungkin terjadi masa depan?

Atau kamu terlalu fokus dengan impianmu di masa depan dan mengabaikan kehidupanmu hari ini, kesehatanmu, waktu untuk orang terkasih, dll.

Atau malah, kamu nggak mikir sama sekali tentang masa depan. Yang penting hari ini happy.

Jadi termasuk yang manakah kamu?