Ya Memang Harusnya Gitu

Kalau salah dimarahi, kalau benar nggak diapresiasi.

Pernah dengar kalimat sambat seperti ini dari rekan kerjamu? Biasanya, yang kaya gini ini keluarnya pasca konflik dengan pak boss. Betul?

Memang rasanya sumpek ya, punya atasan yang pelit apresiasi sama anak buahnya. Mbok ya jadi boss itu yang bisa menghargai effort anak buah gitu lho.

Kita ini udah kerja keras, banting adonan donat tulang, berjuang sampai titik darah penghabisan, kok masih aja dicela.

Sabar. Memang betul, orang seperti ini (mau itu atasan, bawahan, rekan kerja, bahkan pasangan sekali pun) bikin tensi meninggi. Tapi, cooling down dulu dan sesekali coba melihat dari sudut pandang mereka.

Sudah Seharusnya

Misalnya nih, kamu lagi ada rencana buat ngrenov rumah, dan kamu meminta bantuan seorang profesional di bidangnya, arsitek. 

Tentunya, sebagai user, kamu punya ekspektasi kan ke arsitek itu. Kalau memang dia profesional, ya berarti dia bisa membuat desain rumah yang baik, aman, dan sesuai budget yang kamu sampaikan di awal.

Dan ketika dia menyerahkan proposal desainnya, bukannya ya sudah seharusnya itu yang dia lakukan sebagai seorang profesional?

Yang jadi masalah adalah, arsitek itu tidak kunjung menyerahkan rancangannya padahal udah meeting berkali-kali, ngirim pun nggak sesuai kesepakatan, revisi bolak-balik. Nah itu baru masalah.

Setiap profesi tentu tak bisa dilepaskan dari ekspektasi. Ketika ekspektasi terpenuhi, ya sudah, memang harusnya seperti itu.

Seorang dokter memeriksa dan memberikan obat yang sesuai, ya memang harusnya begitu.

Seorang arsitek menyerahkan rancangan sesuai kesepakatan tepat waktu, ya memang seharusya begitu.

Seorang karyawan menyelesaikan tugas dan laporan dengan baik sesuai tenggat waktu, ya memang seharusnya begitu.

Terus masalahnya apa?

Pengalaman Pribadi

Sebagai makhluk emosional, kadang kita suka menggunakan hati dan kepala di saat yang kurang tepat.

Giliran harus logis, pake perasaan. Pas harusnya peka, malah logis dan 'dingin'.

Sejauh pengamatan dan pengalaman saya pribadi, kerap kali sambatan kurang apresiasi ini muncul karena keterampilan dan pengetahuan yang kita punya tak sejalan dengan ekspektasi atasan. Walaupun ada di kasus tertentu yang memang masalahnya adalah personal atasan itu sendiri.

Ada kasus ketika saya berhasil melakukan sesuatu yang We O We buat saya, tapi alih-alih diapresiasi, pak bossnya cool-cool aja tanpa ekspresi. Padahal saya ngerjainnya itu sampai lembur-lembur dan bawa pulang kerjaan, tapi reaksinya 'cuma' "Ok".

Bikin emosi jiwa nggak tuh.

Time goes, ketika saya agak sedikit waras, saya baru bisa melihat bahwa, nothing really special dengan pencapaian saya itu jika, dibandingkan dengan ekspektasi atas posisi yang saya tempati.

Saya hanya melakukan apa yang harusnya saya lakukan, terlepas dari prosesnya yang berdarah-darah karena saya kurang cakap dan terampil dalam mengerjakannya.

Lesson Learned

Pelajarannya, buat saya, ketika apa yang sudah saya lakukan ternyata tidak diapresiasi sebagaimana eksepektasi saya, mungkin karena I'm just doing what I should do.

Memang tidak mudah menerima bahwa apa yang kita kerjakan susah payah itu sesuatu yang memang sudah seharusnya kita kerjakan, terlebih...jangan lupa, kita ini makhluk emosional.

Namun, ya dibiasakan saja. Mungkin, mungkin lho ya, itu adalah cara Allah agar kita menggunakan potensi yang telah Dia anugerahkan. Dengan menempatkan kita di tengah-tengah lingkungan yang memaksa kita untuk terus bertumbuh.

Manfaat & Tips Mendongeng Asyik Untuk Tumbuh Kembang Anak

Ternyata jadi orang tua itu perlu menguasai banyak keterampilan. Mulai hal klasik seperti keterampilan finansial (mulai cari uang hingga mengelola uang yang ada), mengurus rumah, sampai mengasuh anak dengan segala warna-warninya.

Salah satu keterampilan orang tua terkait pengasuhan anak adalah keterampilan mendongeng. Serius, ini bukan kaleng-kaleng.


Ada banyak lho manfaat mendongeng buat tumbuh kembang anak. Namun, kadang-kadang, banyak orang tua (khususnya saya) yang perlu banyak mengasah keterampilan mendongeng ini. Belum lagi badan dan pikiran yang remuk redam setelah seharian beraktivitas.

Padahal, di samping mendongeng merupakan media untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan, setidaknya ada 5 manfaat mendongeng untuk anak menurut YaeBin Kim, Ph.D., di antaranya:
  1. Meningkatkan kemampuan bahasa anak;
  2. Meningkatkan konsentrasi;
  3. Mengasah kemampuan imajinasi;
  4. Meningkatkan kepercayaan diri anak;
  5. Meningkatkan kedekatan dengan orang tua.

Awalnya...

Saat Fabio masih batita, saya sering membacakan dongeng sebelum tidur. Bahkan nggak jarang, Fabio yang minta saya bercerita sebelum tidur. Alhasil, saya harus punya stok cerita pengantar tidur, biar si boss kecil ini nggak marah-marah dan rewel jelang tidur malam.

Cerita-cerita fabel seperti kisah 3 Babi Kecil dan Serigala dan Kecoa Yang Sombong, merupakan dongeng yang sering saya bacakan jelang tidur malam. Dan beberapa dongeng lain yang saya karang sendiri hehehehe.

Fabio senang sekali mendengarkan saya mendongeng. Bahkan, sampai dongengnya selesai, alih-alih mengantuk, ia justru malah makin seger buger. Padahal sang pendongengnya udah low battery.

Namun, entah mulai kapan, karena kesibukan dan kelelahan...akhirnya saya tak lagi mendongeng untuknya. Dan, bila ia rewel karena tidak mendapatkan 'haknya', alih-alih mengalah, saya justru menggunakan power saya untuk 'menenangkannya'. 

Poor baby. Padahal ia hanya ingin mendengarkan ayahnya mendongeng.

Menggunakan Youtube

Agar aktivitas mendongeng tetap berjalan, walaupun sayanya kecapekan, saya mencoba mengambil jalan pintas dengan memutarkan video-video di Youtube. Walaupun, tetap saya batasi, maksimal 2 video berdurasi 10-15 menit, selain tentu saja, kontennya yang 'aman' untuk dikonsumsi.

Dongeng fabel masih menjadi pilihan kami. Setelah beberapa malam, saya terpikir untuk memutarkan video kisah nabi dan rasul. Ya biar dia kenal sama para utusan Allah.

Namun, ternyata se-aman-amannya konten, tetap saja ada yang bikin nggak sreg, terutama, dari sisi pemilihan kata-kata.

Orang Tua Adalah Pendongeng Terbaik

Ya gimana-gimana, memang orang tua adalah pendongeng terbaik buat si kecil. Karena kita lebih punya kendali pada dua hal penting dari sebuah dongeng: konten & cara mendongeng.

Karena itu, kita perlu belajar cara mendongeng. Apalagi setelah kita tahu manfaat mendongeng buat tumbuh kembang anak-anak kita kan.

Beberapa tips berikut bisa kita coba bersama untuk membuat momen mendongeng menjadi lebih berkualitas, seru, dan asyik:
  1. Jaga kontak mata.
  2. Gunakan gerak tubuh.
  3. Gunakan alat peraga (misalnya, boneka).
  4. Jangan menghapal.
  5. Mainkan ekspresi.
Seperti halnya keterampilan, semakin sering dilatih semakin baik. Di awal, pastinya berantakan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perlahan tapi pasti, akan membaik.


Penggunaan alat bantu yang tepat bisa membantu mempercepat proses penguasaan keterampilan penting ini. Salah satunya, E Pen dari Mizan.

Dikombinasi dengan Halo Balita dengan 25 Buku Cerita Anak yang terbagi dalam:
  • 9 Jilid Self Help
  • 11 Jilid Value
  • 5 Jilid Spiritual
  • 1 Panduan untuk Orang TUa
  • 3 Buah Boneka Tangan 
  • 1 Buku Helo Kids
Tentunya akan membuat momen mendongeng makin berkualitas, seru, dan mengasyikkan.

Dalam paket Halo Balita, sebagian besar kebutuhan mendongeng bersama Anak, sudah terpenuhi. Ada buku cerita yang bisa dibaca bersama, dan ada boneka tangan untuk membantu bercerita. 

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk miliki Halo Balita lengkap dengan Epen untuk momen mendongeng yang luar biasa bersama buah hati.

Aku Mau Resign Tapi...

Dalam 2 hari ini, ada satu hal yang terus menerus sliweran di pikiran saya. I want to resign.
Bukan dari pekerjaan, melainkan dari kehidupan. I never thought I would have this in my mind. Tapi, nyatanya, ya pikiran itu ada.

Life has been rough these past 2 days and it was more than enough to birth this kinda thought.

Berbagai pembenaran dan motivasi diri, self talk, bahkan sholat...you name it, nggak cukup mampu mengangkat beban di pundak.

Dan di saat seperti inilah, keraguan atas kebesaran Allah menguji kekuatan iman. Celakanya, udah iman saya nggak kuat-kuat amat, pake diuji pula. Ya kalau saya itu alim sejak lahir.

Lah ini, udah dosanya segunung, janji tobat juga baru-baru aja (itu pun masih tergoda bikin dosa lagi, walaupun udah janji nggak mau ngulangi). Dihajar atas bawah depan belakang seperti ini. Mikirnya langsung, "Ya Allah, are you kidding me."

Walaupun saya harus jujur mengakui kalau semua masalah yang saat ini saya hadapi itu, 90% merupakan ulah saya sendiri. Jadi ya fair enough kalau sekarang saya disuruh pay the price.

But still...I'm not as strong as a man I wish to become.

Mendapat pukulan bertubi-tubi seperti ini benar-benar meng-KO saya secara mental.

Hanya bisa memohon kemurahan hati-Nya untuk memudahkan jalan saya.

Diingatkan...

Sore ini sewaktu sholat Ashar, sepertinya Allah ingin bertemu saya secara pribadi. Musholla yang biasanya ramai karyawan berjamaah, kali ini sepi. Hanya ada beberapa orang yang baru selesai sholat.

Saya pribadi memang lebih suka sholat sendiri daripada jamaah. Karena bisa lebih menikmati sholatnya dan bacaannya.

Singkat cerita, saya tunaikan sholat Ashar dengan kondisi hati dan pikiran yang sangat kalut, ditambah keinginan resign yang terus berputar-putar di kepala.

Di rakaat kedua, saya tiba-tiba teringat pada sebuah artikel yang pagi ini saya baca tentang apa yang harus dilakukan saat keinginan bunuh diri muncul.

Satu yang saya ingat dari artikel tersebut adalah, coba ingat bagaimana orang yang Anda cintai akan bersedih jika harus kehilangan Anda. 

Seketika saya membayangkan wajah Fabio, melihatnya berlinang air mata karena kepergian saya, ayah favoritnya. How could I do that to him, make him sad.

Nggak, melihatnya bersedih seperti itu adalah hal terakhir yang saya inginkan.

Kemudian, subhanallah, pundak yang sedari tadi menopang beban berat, seolah menjadi lebih ringan. Seiring dengan bisikan ke dalam hati bahwa, mungkin semua masalah yang saya hadapi saat ini adalah cara Allah mengajarkan saya untuk menjadi ayah yang lebih baik bagi Fabio.

Jika suatu hari nanti Fabio mengalami apa yang saya alami, kesedihan karena merasa diri tak berarti, saya ingin ada untuknya, memeluknya dan mengatakan kalau it's okay to be not okay.

Bukan malah mengajaknya untuk mengakhiri hidup karena hidup ini begitu kejam. Ayah macam apa saya jika itu yang saya katakan.

So maybe...just maybe, everything happens today are meant for greater purpose.

Salah satunya agar suatu hari nanti saya bisa ada untuk orang yang paling saya sayangi, memeluknya erat, menguatkannya, dan membantunya melihat masalah dari perspektif lain.

Tapi sebelum saya bisa melakukan semua itu, terlebih dahulu saya harus bisa menyelesaikan masalah saya hari ini dulu.

Not just for me, but also for Fabio.

Hei Penunda, Tanyakan 4 Hal Ini Sebelum Kamu Menunda!

Belum lama ini, saya membaca sebuah artikel menarik dari Inc Magazine mengenai cara     mengurangi dan/atau menghentikan kebiasaan menunda (procrastination).


Sambil santai-santai jelang istirahat malam, saya memang mulai membiasakan diri untuk membaca 1-2 artikel. Selain biar ngantuk, itung-itung biar nambah knowledge atau minimal, inspirasi lah.

Biasanya kalau nggak blogwalking ya googling artikel-artikel seputar self improvement.
Insung Yoon

Buat saya sih, kalau malam-malam gitu membaca lebih enak daripada dengerin podcast atau nonton Youtube. Soalnya kalau 2 itu, bukannya ngantuk, malah tambah melek hehehe.

Terkait procrastination atau kebiasaan suka menunda, ini sudah jadi penyakit lama saya yang hmm...well, kambuhan. Kadang, kalau habis dimarahi habis-habisan (sebagai akibat suka nunda itu) mendadak jadi rajin. Namun, setelah beberapa lama berselang, kaya kehabisan bensin. Trus balik lagi, suka nunda lagi.

Nah, di artikel ini, saya berasa kaya nemu inspirasi. Mungkin ini jalannya Allah ya, kalau saya tahun ini harus mengubah kebiasaan suka nunda ini.

Buat sahabat-sahabatku yang baik hati, yang juga senasib seperjuangan untuk mengatasi kebiasaan menunda ini, semoga setelah selesai membaca postingan ini, berangsur-angsur berkurang lah nunda-nundanya.

4 Pertanyaan Pada Diri Sendiri 

Ada 4 pertanyaan yang perlu kita tanyakan kepada diri kita sendiri setiap kali dorongan untuk menunda ini muncul, yaitu:

  1. Apa yang dilakukan orang sukses untuk mencapai target ini?
  2. Apa yang akan saya rasakan kalau saya gagal menyelesaikan tugas ini? Atau nggak punya cukup waktu untuk menyelesaikannya dengan baik?
  3. Apa satu hal yang bisa saya lakukan untuk memastikan saya menyelesaikannya tepat waktu?
  4. Apa satu langkah awal/berikutnya yang saya perlu lakukan?

1. Apa Yang Orang Sukses Lakukan?

Wait a minute. Ketika saya menyebut orang sukses, saya tidak sedang bicara tokoh-tokoh terkenal seperti Steve Jobs, Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, atau pun Elon Musk.

Iya mereka memang orang sukses yang mendunia. Tapi bukan mereka pembanding a.k.a orang sukses yang saya maksud. Melainkan orang-orang yang ada dalam bidang yang sama dengan kita. Bisa jadi, rekan kerja, atasan, bawahan, teman, pacar, mantan, pacarnya mantan, mantannya pacar, dll.

Let say, blogging deh.

Misalnya nih, salah satu resolusimu tahun ini adalah mendapat penghasilan...ya nggak banyak-banyak lah, anggep aja 8 digit.

Tentunya ada aktivitas-aktivitas yang kamu harus lakukan kan untuk mencapai ke sana. Mulai aktivitas baru yang kamu sendiri ragu, hingga aktivitas yang sama berulang-ulang yang membosankan.

Yang kaya gini ini, seringkali nggak nyaman dilakukan. Dan sebagaimana normalnya manusia, by default settingan kita itu selalu mencari kesenangan dan menghindari kesusahan. Karena nggak mau susah, akhirnya nunda. Bilangnya sih tarsok-tarsok, tapi karena keseringan tarsok, akhirnya nggak dilakukan.

Trus, tahun depan, bikin resolusi yang sama dengan janji akan lebih baik lagi. Udah gitu aja terus.

Jadi, sebelum kamu nunda melakukan apa yang harusnya kamu lakukan, coba deh tanya ke dirimu sendiri, "Apa ya yang blogger sukses seperti Mas M atau Mbak V itu akan lakukan untuk merealisasi ini?"

Apakah mereka akan tetap posting walaupun si so called writer's block datang?
Apakah mereka akan tetap blogwalking walaupun kemarin udah BW ke 15 blog berbeda?
Apakah mereka akan tetap promosi walaupun angka kunjungan di Google Analytics tetap 'membumi'?
Apakah mereka akan tetap setor artikel sebelum deadline untuk menjaga kepercayaan brand?
Dsb.

Kalau iya dan itulah yang membuat mereka menjadi bloger sukses seperti yang kamu kenal sekarang, ya berarti ya itulah yang kamu harus kerjakan kan? Kan.

Ini juga berlaku untuk kerjaan lainnya selain ngeblog.

2. Apa Yang Akan Saya Rasakan Jika Gagal?

Jean Gerber

Sedih?
Gelisah?
Cemas?
Minder?
Depresi?
Menyesal?

Gagal itu nggak enak. Terlepas bahwa gagal adalah bagian dari kesuksesan, sukses yang tertunda or whatever it is

Seburuk-buruknya dan sepahit-pahitnya kegagalan, sesal karena tidak melakukan itu lebih menderita daripada gagal. Serius. Saya dulu pikir ini cuma omongan ala ala motivator aja. Namun setelah merasakan sendiri, ya akhirnya tahu kalau penyesalan itu adalah seburuk-buruknya kegagalan.

Pada dasarnya, melakukan atau pun nggak, nantinya pasti akan ada penyesalan kok. Manusiawi. Jadi lakukan aja. Minimal, dapat hikmah/lesson learned kalau gagal.

3. Apa Satu Hal Yang Bisa Saya Lakukan Untuk Memastikan Selesai Tepat Waktu?

Penundaan itu kaitannya sama waktu penyelesaian. Semakin menunda, semakin lama waktu penyelesaiannya, dan semakin kecil kemungkinan berhasilnya.

Pertanyaan berikutnya yang perlu kita tanyain ke diri sendiri setiap kali nafsu menunda ini datang adalah, apa satu hal yang bisa kita lakukan untuk memastikan penyelesaiannya tepat waktu.

Kenapa cuma satu? Coba aja bikin 100, niscaya belum sampai 50 udah mumet duluan itu kepala.

Kalau cuma satu, secara bawah sadar, otak kita akan mengatakan kalau itu mudah. Artinya, kemungkinannya untuk take action lebih besar. Kan itu yang kita perlukan toh? Action.

4. Apa Satu Hal Yang Bisa Saya Lakukan Sekarang?

ACT : Action Change Things


Seperti halnya di pertanyaan nomor 3, let's make thing simpler. Nggak perlu ndakik-ndakik bikin action plan super heboh. Cukup 1 saja aksi nyata yang bisa kita lakukan. Apa 1 hal yang bisa dilakukan sekarang? 


Kaya contoh ngeblog tadi. Let's say, kita lagi mualessss untuk nulis, padahal kita udah nunda nulis itu berhari-hari. Coba tanyakan, apa sih 1 aksi nyata yang bisa kita lakukan? Misalnya, nulis ala freewriting, atau bikin outline, anything that moves you closer to finish your task.


Atau sesederhana melihat kembali alasan kita melakukan semua ini. Kali aja kita lupa, apa dampaknya buat diri kita, atau orang-orang yang kita sayangi bila kita gagal. Bukan gagal karena sudah mencoba, tapi gagal karena selalu menunda.


Now What?

Ini yang saya coba lakukan sekarang untuk menerapkan apa yang saya baca. Jadi, saya tulis keempat pertanyaan tersebut dan saya masukkan ke aplikasi kalender. Kemudian saya setel pengingat selama 4x dalam sehari.

Kamu bisa juga menulisnya di secarik kertas atau notepad di ponsel, atau dibikin jadi wallpaper, dan baca setiap kali hasrat menunda datang.

Saya sih pakai kalender dan pengingat tujuannya biar semacam brainwashing otak. Seperti iklan, kan perlu paparan terus menerus untuk menumbuhkan awareness kan.

Jadi, kurang lebih seperti itulah yang sedang saya lakukan. Baru beberapa hari, tapi saya mau coba seperti apa jadinya kalau saya lakukan selama sebulan penuh. Alarm sudah saya set sampai bulan depan. So, we'll see the result later.

Selesaikan Yang Mudah Dulu

2 hari yang lalu, selepas sholat Shubuh, saya yang masih seger buger akibat keguyur air wudlu, memutuskan untuk membuka laptop, untuk melihat-lihat lagi beberapa opsi desain rumah yang sudah terkumpul sebelumnya. Kebetulan memang kita lagi cari-cari referensi desain rumah yang sesuai dengan lifestyle kami.


Seperti biasa, ketika sudah asyik dengan satu aktivitas, saya suka larut dan tenggelam hingga lupa hal-hal lainnya. Salah satunya adalah housekeeping.


Memang sudah menjadi kesepakatan dan kebiasaan kalau saya adalah PIC urusan rumah tangga di pagi hari, sedangkan istri, sore hari. Jadi mulai bersih-bersih rumah, siram tanaman, nyiapin sarapan, hingga cuci baju (kalau pas lagi harinya nyuci).


Pagi itu, saat sedang asyik melototin desain demi desain di layar laptop, istri saya bangun dan bertanya, "Rumah sudah dibersihin?" 


Spontan saya bilang, "Belum." 


Sekelebat, saya melihat ekspresi wajahnya kurang senang. Namun, dalam hati saya merasa kalau saya punya alasan kuat untuk nggak bersih-bersih rumah, lho. Saya kan lagi 'nyiapin' masa depan impian kita.


Lalu, istri saya melangkah ke ruang laundry untuk mulai mencuci baju. Sayup-sayup saya juga mendengar suara ia menyapu ruang itu. Karena merasa bersalah, dengan berat hati saya tinggalkan 'tugas penting' itu dan mulai nge-vacuum rumah dan masak nasi, serta menghangatkan makanan.


Istri saya kembali, tanpa sepatah kata. Dalam pikiran saya, kalau dia marah, silahkan saja. Saya kan punya 'alasan' yang sangat kuat untuk nggak ngerjain tugas saya.


Sambil nge-vacuum, sepertinya Allah menegur saya dengan mengirimkan sebuah pemikiran, yang membuat saya mempertanyakan pembelaan yang sudah saya siapkan di kepala itu.


Sepertinya, saya salah. Ya sih, apa yang saya kerjakan dengan desain-desain rumah itu memang penting. Namun, bukankah melakukan morning housekeeping juga penting? Lagi pula, bukannya sudah disepakati kalau PIC rumah di pagi hari itu saya?


Sedihnya, hal-hal semacam ini juga acap kali saya lakukan pada pekerjaan kantor. Segitu asyiknya saya berkutat dengan tugas-tugas yang menurut saya penting, tapi nggak ditagih dalam waktu dekat,  tapi nggak ngerjain tugas yang jelas-jelas diperlukan dalam waktu dekat.


Walaupun, tugas tersebut sepele.


Alhasil, tugas yang sulit nggak selesai, yang sepele terbengkalai, in the end, nggak ada yang selesai. Tentu saja, ini bukan hal bagus untuk dilakukan. Ini menunjukkan buruknya manajemen tugas yang saya lakukan. 


Karena in the end, nggak ada seorang pun yang peduli sebanyak apa tugasmu dan sesibuk apa dirimu. Yang mereka pedulikan hanya, kamu udah nyelesaiin apa aja. Sad but true, so get used to it.


Lesson Learned

Salah itu manusiawi, begitu pula belajar dari kesalahan. 

Berkaca dari pengalaman ini, pagi ini, saat saya hendak mengerjakan pekerjaan saya, saya selesaikan dulu semua rutinitas pagi saya. Selain untuk memenuhi kewajiban dan kesepakatan, juga supaya tidak ada distraksi ketika saya menyelesaikan pekerjaan saya.

Kan nggak enak toh ya, lagi asyik ngerjain sesuatu terus 'diganggu' sama hal-hal sepele yang sebenarnya bisa kita antisipasi sebelumnya.

Onward, saya juga harus melakukan hal yang sama dengan pekerjaan di kantor. Dengan memahami situasi dan kondisi untuk menyusun skala prioitas saya. Jangan sampai pekerjaan terbengkalai hanya karena nggak bisa ngatur prioritas.

Selesaikan dulu yang mudah, baru beranjak ke yang sulit. Setidaknya, kemungkinan paling buruknya, kita bisa selesaikan 50% dari keseluruhan tugas & tanggung jawab kita. Daripada nggak sama sekali hayo?

Progressing is better than perfection.

Blogging di 2021 : Dibikin Simpel Aja

Enak mana ya ngeblog pake Blogger atau Wordpress? Mending custom domain atau pake domain gratisan? Custom domainnya pake .com atau .id atau...
Waktu berlalu hingga tanpa sadar, lupa belum update konten.

Sahabatku yang baik hatinya, kalau kamu saat ini lagi semangat-semangatnya mulai ngeblog, tentunya curious ini-itu tentang blogging. Mulai dari gimana caranya ngeblog sampai milih platform terbaik, hingga tools atau aplikasi wajib apa aja ya yang harus dimiliki seorang so called blogger.

Penasaran dan ingin tahu memang udah jadi sifat alami kita ya. Jadi nggak salah dong kalau banyak nanya, want to know everything. Apalagi untuk sesuatu yang kita senangi. 

Awal Ngeblog...

Dulu, ketika saya mulai ngeblog di akhir 2016, saya nggak punya ekspektasi muluk-muluk dengan blog saya. Saya sekedar ingin mengasah kemampuan menulis saya.

Bahkan waktu itu saya juga nggak terlalu pede dan bertanya-tanya, apa yang mesti saya tulis ya. Kayanya nggak ada yang menarik dari hidup saya, yang layak dituliskan apalagi dibagikan.

In short, karena nggak ngerti mau nulis apa, saya putuskan buat nulis cerpen aja. Lah wong hidup saya ya gitu-gitu aja, mau nulis apa lagi? Mau ngasih tips, ilmu masih cetek. Mau cerita perjalanan hidup, kayanya nggak menarik, lah nggak pernah jalan-jalan yang sampai ke mana gitu, nggak pernah berantem sama singa, atau nyikat giginya buaya. Jadi, apa yang mau ditulis coba.

Singkat cerita saya mulai tuh nulis fiksi. Lumayan, bisa bikin 2 cerpen. 

Terus penasaran, kok ga ada yang baca ya. Apa saya share aja ke media sosial saya biar orang-orang tau dan baca. Mung...isin.

Jadi saya 'akali' dengan mencari grup blogging di Facebook. Ya setidaknya kalau yang baca orang lain yang saya nggak kenal, saya nggak malu-malu amat lah. 

Setelah gabung dengan komunitas blog pertama saya, Warung Blogger, saya mulai kepoin satu-satu blog para member di sana. Terus saya lihat, kok mereka banyak pakai platform Blogger ya. Hmm...jadi di tanah air ini, ternyata Blogger adalah platform populer. Kalau gitu saya ikut-ikut pindah ke Blogger ah.

Selain populer, ternyata dengan platform Blogger punya kelebihan dalam hal kustomisasi domain. Jadi kita bisa mengubah domain .blogspot bawaaan orok pabrik tanpa perlu membeli hosting. Lebih murah.

Akhirnya, saya start ngeblog dengan blog pertama saya primachandra.com. Seneng dan bangga bisa punya 'web' sendiri, .com pula. 

Biar lebih keren lagi, template-nya juga harus disesuaikan nih. Mulai lah cari-cari template di penyedia template blog gratisan seperti Gooyabi dan New Blogger Theme.

Bosan sama template-nya, ganti yang lain. Sangking seringnya gonta-ganti template, terpaksa bisa edit html dikit-dikit. Dan keseruan ngoprekin html membuat saya lupa hal basic dalam ngeblog, ngupdate konten.

Selain itu, karena masih awal-awal, tema blognya pun nggak jelas. Bahkan disebut blog gado-gado pun kayanya kok ndak pantes 😅.

Memulai Minimalist Web

Belajar dari pengalaman pertama ngeblog geje itu, saya mulai mencoba bikin blog baru yang lebih terfokus, atau istilah fancy-nya, niche blog.

Kebetulan saya waktu itu berkenalan dengan minimalisme dan lagi getol-getolnya mempraktikkan minimalisme. 

Singkat cerita, saya mulai tuh blog baru dengan nama minimalist.web.id.

Menurut saya nama ini cukup 'aman'. Karena bisa memiliki arti sebagai web tentang gaya hidup minimalis, bisa juga diartikan sebagai web yang minimalis. Aman, karena misalnya besok-besok udah bosan sama minimalisme, saya bisa ganti topik tanpa perlu merasa 'bersalah'.

Vacuum Ngeblog

Pertengahan tahun ini, sejalan dengan tuntutan pekerjaan yang makin nggilani dan beberapa target keluarga yang ingin kami capai, saya memutuskan untuk rehat ngeblog.

Plus waktu itu saya melakukan blunder dengan template Minimalist Web, sehingga bikin males mau nulis lagi. Lah template-nya amburadul gitu.

Pikir saya, pindah ke Medium aja lah. Fokus nulis, tanpa harus diribetin sama template. Toh paling nulis pas bener-bener senggang dan nggak nargetin yang muluk-muluk.

Saya bahkan mengatur domain minimalist.web.id agar redirected ke blog Medium saya.

Balik Ngeblog Lagi...

Setelah beberapa bulan hiatus, kangen juga ngeblog lagi di blogspot. Karena...hehehe, jujur aja, di Medium yang baca ga banyak 😅.

Jadi, saya mau bangkitkan Minimalist Web dari kubur dan mulai ngeblog lagi.

Namun, ternyata, Blogger sudah berubah. Ia tak lagi sama seperti terakhir saya tinggalkan.

Dulu ada 2 pilihan tampilan dashboard yang tersedia. Yang lama dan baru seperti saat ini. Namun, sekarang tampaknya tampilan dashboard yang sekarang sudah menjadi tampilan default mereka and there's no way back ke tampilan lama.

Cilakanya, opsi redirect itu nggak saya temuin di tampilan baru ini. Alhasil, saya harus mengikhlaskan Minimalist Web untuk selamanya (or at least sampai Blogger berubah pikiran).

Simple Prima...A New Beginning

Saya pun akhirnya membuat blog baru. Sempet mikir juga mau dinamain apa nih blognya.

Lalu, saya ingat kalau url akun media sosial saya sudah saya kustomisasi menjadi simpleprima (kecuali Twitter karena keduluan orang). Jadi, saya coba masukkin simpleprima sebagai nama blog, dan Alhamdulillah masih tersedia.

Singkat cerita saya mulai ngeblog di Simple Prima Blog.

Belajar dari pengalaman yang dulu-dulu, ada beberapa rules of thumb yang saya terapkan buat saya pribadi dan blog baru ini, antara lain:
  1. Tujuan. Saya nggak expect banyak dari blog ini. Buat saya sekarang, ngeblog itu lebih untuk nulis dan membangun relasi melalui blogwalking.
  2. Tema. Blog ini adalah blog pribadi untuk menuangkan pengalaman dan opini saya, lalu membagikannya. Jadi, tetap harus menjaga kaidah-kaidah umum lah, biar yang baca juga nggak sumpek.
  3. Komentar. Di dalam ngeblog kali ini, saya meniadakan kolom komentar. Alasannya supaya saya nggak jadi bloger pemburu komentar yang bersemangat saat postingan saya penuh komentar positif dan murung waktu nggak ada yang komenin. Ini saya alami di blog terdahulu.
  4. Domain. Punya blog dengan custom domain alih-alih .blogspot.com memang keliatan lebih mentereng sih. Namun, mengingat tujuan kali ini saya ngeblog, saya nggak mau terlalu ambisius ah ngekustomisasi domain. 
In short saya ingin bikin ngeblog sesimpel mungkin. Sesuai namanya, Simple Prima Blog. Kan, nama adalah doa. Bukan begitu?

Buat sahabat-sahabatku yang sedang mulai dan lagi semangat ngeblog, yuk tentuin apa yang kamu mau dari blogmu itu. Bukan apa-apa, biar simpel aja dan nggak gampang terdistraksi sama iming-iming ini-itu yang membuatmu lupa esensi ngeblogmu.

Semua orang punya tujuan dan cara pandang berbeda pada blognya. Kamu pun pastinya juga.

Eventually, do what work best on you.

***

Update Feb 2021: kolom komentar sekarang sudah tersedia lagi 😁

Pengalaman Melakukan Rapid Test Antigen


Jadi yang dinanti pun tiba. Untuk pertama kalinya saya melakukan swab test antigen atau disebut juga rapid test antigen.

Satu kata tentang tes ini adalah, I definetely don't want to do this again, ever.

Sekarang, tinggal tunggu hasilnya. Semoga saja negatif. Aammiin.


16:43
Sebuah pesan mendarat di WAG kerjaan. Alhamdulillah, ternyata hasil Rapid Test Antigen saya negatif dan saya bisa masuk kerja esok hari.

Senang dan bersyukur sekali tentunya, karena itu berarti istri dan anak saya juga masih dalam kondisi 'aman' dari C19. Terdiagnosa positif C19 sudah merupakan kabar tak sedap, apalagi kalau sampai ditambah, ada anggota keluarga yang tertular gara-gara kontak dengan kita. 

Ya walaupun, artinya saya nggak bisa menemani Fabio main-main origami, lego, membaca Ensiklopedi Bocah Muslim bersama, atau sekedar main air di halaman depan.


Ya, dijalani saja. Pastinya Allah punya rencana terbaik untuk kami.

Yang paling penting kami semua dalam keadaan sehat, itu Insya Allah sudah lebih dari cukup. Bukan begitu?

Senin Pertama Dengan Tantangan Yang Mengejutkan

 

Hari yang ditunggu para dream chaser dan risk taker telah tiba. Money Day a.k.a Monday, alias Senin, hari pertama di awal work week yang penuh harapan sekaligus menyimpan berbagai tantangan untuk kita lalui, hadapi, dan atasi.


Bagaimana persiapanmu menyambut hari yang baik ini sahabat-sahabatku yang baik hati?


Di postingan kali ini, saya mau berbagi cerita tentang awal pekan saya yang, lets say...unpredictable ini.


Awalnya...

Saya memulai hari ini seperti Senin seperti biasanya. Bangun pagi lalu menunaikan Sholat Shubuh berdua bareng Fabio (kebetulan hari ini si Mommy masih libur sholat). Kemudian, saya mulai menyiapkan beberapa printilan operasional rumah seperti memasak nasi, nge-vacuum rumah, hingga menyiram tanaman di taman depan.

Pukul 05.30, saya mengajak Fabio mandi pagi, sambil si Mommy yang sudah bangun menyiapkan sarapan pagi kami.

Lalu, singkat cerita, saya dan Fabio selesai mandi dan mulai menyantap sarapan pagi kami, sementara Mommy mandi. Melihatnya menyantap sarapannya sendiri, ada rasa syukur yang menyeruak, di dalam hati. Nggak nyangka aja, sekarang dia sudah bisa makan sendiri, dengan alat makan standar (bukan untuk anak-anak), tanpa disuapi.

Itu merupakan satu dari sekian banyak berkah Allah untuk keluarga kecil kami sebagai pengganti dari mimpi, rencana, dan target kami yang terpaksa urung sejalan dengan wabah pandemi C19 ini.

06.30, saya pun berangkat ke tempat kerja ditemani gerimis di pagi hari yang kian menambah dinginnya udara Pandaan yang memang sudah dingin ini. Dan, seperti biasa, Fabio ikut mengantar kepergian saya hingga ke portal depan, lalu berjalan kembali ke rumah setelah saya tak lagi tampak.

"Sampai jumpa nanti malam ya Bio, Papap berangkat, Asalamualaikum," pamit saya.

Kejutan di Awal Hari

Setelah menempuh kurang lebih 30 menit perjalanan, saya pun tiba di tempat kerja. Hawa dingin menemani perjalanan saya dari tempat parkir ke ruang kerja.

Sambil sesekali menghela napas seraya memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa untuk memberi kemudahan dan kelancaran bagi pekerjaan saya hari ini. Well at least kalau nggak dikasih kelancaran dan kemudahan, setidaknya dimampukan lah mengatasi tantangan yang menghadang.

Sesampainya di ruang kerja, saya sapa Pak Boss yang hari itu mengenakan kemeja berwarna biru langit, lalu menyiapkan alat-alat kerja saya.

Dan, kejutan yang tak completely unplanned  dan unpredictable itu pun tiba. Bermula ketika seorang manajer yang juga anggota komite C19, mendatangi Pak Boss. Sayup-sayup terdengar kalau sepertinya, ada tim kami yang harus menjalani pemeriksaan lanjutan terkait C19 berdasarkan laporan harian yang harus diisi semua karyawan saat liburan.

Lalu, ia melihat saya dan bertanya apakah saya menerima pemberitahuan tentang instruksi pemeriksaan lanjutan terkait C19. Jujur karena saya belum memeriksa surel saya, jadi I have no idea

Dan, setelah saya menyalakan laptop...surel yang ditanyakan itu muncul. Sebuah surel pemberitahuan bahwa saya diharuskan untuk mengikuti tes Swab Antigen sebelum kembali bekerja. Karenanya, saya diinstruksikan untuk meninggalkan pabrik dan tetap berada di rumah, lalu mengikuti tes Swab Antigen yang dijadwalkan esok hari.

Surprise? Tentu saja. Benar-benar nggak nyangka aja dapat kejutannya seperti ini. Saya kira tantangan hari ini bakal seputar urgent request, tugas dadakan, atau 'tagihan-tagihan' dari tugas-tugas outstanding. Didn't expect it would be this one.

Now What?

Saat mengetahui kalau saya diharuskan mengikuti tes Swab Antigen, hal pertama yang saya pikirkan adalah what if...the result is positive?

Ya tahu sih kalau kita dianjurkan untuk berpikiran yang baik-baik, karena semakin memikirkan yang buruk-buruk, akan memengaruhi kesehatan kita. It all starts with your mind, katanya.

Namun, tak dapat ditampik kalau pengalaman sepanjang 2020 ditambah dengan job nature saya yang menuntut saya untuk selalu memikirkan kemungkinan terburuk, maka membuat saya by default langsung memikirkan the worst scenario that possibly could happen.

Jadi, sambil menunggu jadwal tes Swab Antigen besok dengan peluang 50:50, saya pulang dengan menerapkan antisipasi-antisipasi yang bisa saya lakukan untuk mencegah kemungkinan yang lebih buruk dari pada hasil Swab Antigen saya positif, dampaknya pada keluarga saya, antara lain:
  • Pulang ke rumah langsung mandi, sebelum bercengkerama dengan keluarga;
  • Mengenakan masker medis selama di rumah;
  • Tidak berbagi makanan maupun menggunakan alat makan bersama;
  • Pray a lot....literally.

Selain itu, demi menjaga kewarasan pikiran dan emosi, tampaknya cukup bijak kalau saya menahan diri untuk tidak kepo dengan berita-berita maupun informasi terkait C19, Swab Antigen, dan sejenisnya sampai hasil ada di tangan.

Hopefully everything will be just fine.

Doa terbaik saya untuk kalian sahabat-sahabat yang baik hati agar Allah selalu menjaga kesehatan kalian semua beserta keluarga. Stay safe, stay health everyone

Tidying Up Awal Tahun : Ruang Laundry

Awal tahun kalian pada ngapain nih? Kalau saya, mengawali awal tahun ini dengan beres-beres ruangan laundry.

In short, di ruang laundry yang merupakan bangunan tambahan ini, kami fungsikan untuk meletakkan mesin cuci, dan merangkap gudang kecil untuk meletakkan rak sepatu, stok kebutuhan operasional (detergen, sabun cuci piring, dll.).

Dulunya ruangan ini adalah ruangan ART (Asisten Rumah Tangga). Namun, sejak ART terakhir pamit pulang, dan rasanya kalau nyari baru itu lebih stressful, akhirnya kami putuskan nggak pakai ART. Jadi ruangannya bisa kita gunakan untuk meletakkan mesin cuci (yang kita putuskan beli setelah mantap nggak pakai ART).

Kalau nggak salah ingat, mbak ART terakhir itu sudah nggak ikut kami lagi sejak tahun 2019. Jadi, praktis sejak saat itu, ruangan tersebut sudah settled dan nggak pernah diutak-atik lagi tata ruangan dan sebagainya. Mentok cuma disapu.

Kemarin itu, setelah sekian lama, akhirnya hanya dengan satu kalimat sederhana dari yang teristimewa, "Papa, besok bersihin ruang laundry ya." Tiba-tiba saja tergerak untuk ngeberesin ruangan itu.

Tidying Up #1 : Keluarin Semua Barang-Barang

Saya belajar dari Marie Kondo, agar proses tidying up alias beberes jadi lebih maksimal, langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengeluarkan semua barang-barang dari tempatnya. Simply put, kosongkan ruangan.

Dengan melakukan hal ini, kita jadi bisa mengidentifikasi ada apa aja sih di ruangan itu selama ini. Dengan demikian, nantinya akan memudahkan kita dalam memilah-milah, barang apa saja yang sebaiknya kita simpan.

Oya, menurut Marie Kondo, sebaiknya dalam memilah barang, kita tidak menggunakan kata-kata dibuang. Karena, bagi sebagian orang, membuang barang-barang (walaupun yang mereka nggak perlu dan nggak pernah pakai) itu berat. Alih-alih, ganti kata-kata, mana yang harus dibuang menjadi apa saja yang perlu disimpan.

Jadi, saya keluarin semua tuh kardus, karton, dan seluruh isinya hingga menyisakan mesin cuci. Ampun dah kalau harus ngeluarin mesin cuci segede itu sendirian.

Tidying Up #2 : Bersih-Bersih

Setelah ruangan kosong, langkah berikutnya adalah workout bersih-bersih. Mulai nyapu hingga ngepel.

Segala macam debu, sarang laba-laba hingga pup-nya cicak, kadal, dan aneka satwa lainnya yang selama ini tersembunyi di balik kardus, terungkap sudah.

Tidying Up #3 : Kembalikan & Tata Ulang

Bagian ini adalah bagian favorit saya di setiap aktivitas beberes. Pada bagian inilah saya bisa mengeksplorasi dan bereksperimen dengan penataan barang-barang supaya bisa efektif saat pengambilan dan rapi secara visual.

Pertimbangan-pertimbangan yang biasanya saya gunakan dalam menata barang-barang antara lain:

Alur kerja/proses di area itu. Start-nya dari mana, lalu ke mana, dan terakhir di mana. Misalnya untuk ruang laundry ini, saya pertimbangkan apa saja aktvitas di situ seperti mencuci, mengambil dan mengembalikan sepatu, mengambil stok barang operasional, dll. Dari situ, saya mulai menata sedemikian rupa agar prosesnya lebih enak, ringkas, dan efisien.

Frekuensi penggunaan barang. Ini bukan hal baru, buat kamu yang sudah familiar dengan 5S atau 5R, tentu sudah paham dengan ini. Sederhananya, barang yang sering dipakai (misal sepatu & detergen) diletakkan di tempat teratas yang mudah dijangkau. Sedangkan yang jarang dipakai, diletakkan di bagian bawah.

Ruang kosong. Saya termasuk orang yang nggak suka dengan ruang sempit, apalagi sempitnya gegara peletakkan barang seenaknya atau istilahnya....klumbrak-klumbruk. Jadi, sebisa mungkin ruangan saya tata dengan mencipatakan empty space yang lumayan banyak, biar berasa lega.
Selain menata barang-barang, saya juga menemukan beberapa barang yang saya nggak mau simpan lagi, dan melihat kondisinya, nggak mungkin juga dipakai orang lain, jadi pilihan satu-satunya ya sayonara bye bye.

Penutup

Overall, saya selesai beberes kurang lebih 1.5 jam. Beberes lebih mudah dan simpel ketika kita nggak punya terlalu banyak barang. Setidaknya itu yang saya rasakan dari menjalani gaya hidup minimalis sejak hmm...2 tahun lalu.

Last but not least, selamat tahun baru bagi yang merayakan dan selamat menyingsingkan lengan baju dan celana (kalau lagi hujan) untuk mulai take action demi resolusi dan target yang sudah dibuat.

Semoga tahun ini adalah tahun di mana kita mampu mencapai semua mimpi dan harapan kita, menjadi pribadi yang lebih baik, makin dekat dengan Sang Pencipta, dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita.